Senin, 28 Februari 2011


PASKAH DALAM ALKITAB
(Sebuah Tinjauan Teologis terhadap Keluaran 12:1-28 dan 1 Korintus 5:7)
I.                   Pendahuluan
Arti semula kata “Paskah” tidak diketahui dengan jelas. Dalam Kel. 12:21 Musa melaksanakan perintah Allah yang diberikan padanya di ayat 1-14, untuk menyembelih domba Paskah, tetapi ia tidak menerangkan arti paskah itu sendiri. Perayaan Paskah dalam PL tidak bisa dilepaskan dari perayaan Hari Raya  Roti Tak Beragi. Hari raya ini dilakukan untuk mengingat kembali pembebasan Israel dari Mesir.
Upacara-upacara khusus untuk merayakan Paskah berubah-ubah sesuai dengan perubahan lingkungan fisik dan keagamaan orang Israel.  Setelah Bait Allah didirikan, Paskah menjadi pesta ziarah dan penyembelihan domba dilaksanakan di Bait Allah (lih. Ul 16). Di masa Perjanjian Baru, makan bersama ini dilakukan secara pribadi, tetapi setelah Bait Allah diruntuhkan pada tahun 70 M, Paskah menjadi pesta keluarga lagi. Walaupun terdapat perubahan-perubahan dalam merayakannya, Paskah tetap dirayakan orang Israel sebagai peringatan atas pembebasan Allah atas umat-Nya dari perbudakan di tanah Mesir.
Dalam Perjanjian Baru, terdapat beberapa kitab yang menceriterakan bagaimana Yesus juga merayakan Paskah bersama murid-muridNya. Perjamuan yang dilakukan oleh Yesus itu kemudian diubah bentuk oleh Kristen menjadi Perjamuan Tuhan, dan penekanannya adalah bahwa Yesus Sang Mesias telah menjadi Domba Paskah, yang melalui kematian dan darahNya semua arti Paskah dan PL telah digenapi. Dan sampai sekarang, umat Kristen selalu merayakan Paskah sebagai peringatan peristiwa kebangkitan Yesus Kristus.  

II.                Studi Terminologi
Kata “paskah” berasal dari kata kerja Ibrani pesah yang berarti “melewati”.[1] Tidak ada yang tahu persis hubungan kata tersebut dengan peristiwa keluaran yang diperingati dalam perayaan itu. Akan tetapi, tradisi Israel menyebutkan bahwa kata pesah dihubungkan dengan peristiwa pembunuhan anak sulung Mesir, di mana malaikat tersebut “melewati” pintu-pintu rumah orang Ibrani yang telah dilumuri dengan darah anak domba. Itulah sebabnya  istilah ini dikenal dengan “passover” dalam bahasa Inggeris, yang juga berarti “melewati”.[2] Di dalam Perjanjian Baru, pasca dikenal sebagai kata benda Yunani, yang artinya adalah hari raya Paskah, hari raya Anak Domba Paskah.[3]
Akan tetapi bila ditinjau dari kata passover maka istilah kata Paskah dapat diartikan dengan ‘melalui’ oleh karena umat Israel telah melalui Mesir dengan perbuatan Allah.[4] Istilah kata passover dalam Keluaran 12 dapat juga diartikan sebagai “menghindarkan” (Kel. 12:13, 27) atau dapat juga diartikan dengan ‘berlalu, tidak diganggu’, oleh karena malaikat yang membunuh anak-anak sulung itu melewati setiap rumah yang dihuni oleh orang Israel.[5] 

III.             Latar Belakang
Peristiwa keluaran adalah pusat berita kesukaan PL. Peristiwa pokok itu selalu diingat-ingat dan diceritakan turun-temurun dalam perayaan besar, yakni Paskah.[6] Perayaan Paskah sebenarnya sudah dikenal jauh sebelum peristiwa keluaran, artinya perayaan Paskah adalah perayaan yang dilakukan oleh masyarakat peternak. Perayaan ini biasanya dilakukan pada musim semi, yaitu antara musim penghujan dan musim panas, dan jatuh pada waktu bulan purnama dalam bulan pertama tahun baru. Perayaan ini terdiri dari suatu upacara dimana darah anak domba dioleskan pada ambang pintu. Maksudnya barangkali adalah untuk mengusir roh-roh jahat yang mengakibatkan ketidaksuburan. Anak domba itu dibakar menurut cara pengembara dan dimakan dengan makanan padang gurun yaitu roti tidak beragi dilengkapi dengan sayuran yang pahit. Mereka selalu siaga dengan sepatu dan ikat pinggang untuk melindungi ternaknya. Jadi, pada awalnya perayaan Paskah tidak berhubungan sama sekali dengan peristiwa keluaran.
Tetapi kemudian peristiwa paskah yang demikian dikaitkan dengan peristiwa pembebasan Israel dari Mesir, sehingga mendapat makna yang baru. Nama asli perayaan itu adalah Pesakh, dilakukan pada bulan Abib (mulai berbuahnya tanaman gandum). Sebab dalam bulan itulah TUHAN Allah membawa keluar umat-Nya dari Mesir (Ul. 16:1; Kel. 23:14). Paskah merupakan salah satu contoh perayaan Ibrani yang diambil alih oleh PL dan kemudian diisi dengan makna yang baru.

IV.             Pemahaman dan Tafsiran Teks
4.1  Pemahaman Teks Keluaran
Kitab Keluaran merupakan kitab kedua Pentateukh. Kata “Keluaran” adalah terjemahan dari LXX (Septuaginta) yaitu: ‘Exodus’ yang berarti “keluar” (Kel. 19:1).[7] Dalam Alkitab Ibrani, kitab ini dikenal dari dua kata pertamanya, we’elle syemot ‘inilah nama-nama’ (acap kali hanya syemot ‘nama-nama’), mengikuti kebiasaan kuno dalam menamai suatu naskah.[8] Akan tetapi kitab ini lebih sering disebut dengan kata syemot oleh karena berisikan pengajaran kuasa-kuasa, kesucian, dan hikmat Allah.[9] Seperti pada bagian-bagian kitab Pentateukh yang lain, kitab Keluaran dibagi ke dalam sumber-sumber Y (Yahwist), E (Elohist), dan P (Priest) dengan sebagian besar diambil dari sumber Y dan P.[10] Kitab ini berpusat pada dua peristiwa penting dalam sejarah bangsa Israel, yaitu: kelepasan bangsa Israel dari Mesir dan pendirian perjanjian YHWH dengan bangsa Israel di gunung Sinai.[11] Peristiwa Keluaran dari Mesir merupakan pusat pengalaman umat Israel. Allah secara nyata bertindak membebaskan serta menuntun umat Israel, bukan dewa-dewa dari Timur yang tidak berarti serta terputus dari kenyataan.
Istilah ‘Keluaran’ mengandung pengertian yang pokok yaitu: pembebasan budak-budak dari perhambaan oleh Allah supaya umat Israel menjadi umat pilihan-Nya sendiri yang akan melayani Dia untuk menjadi saluran berkat bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi nama-Nya. “Keluaran dari Mesir” tidaklah hanya berarti “meninggalkan tanah Mesir” lalu pindah ke negeri yang lain. Akan tetapi, sebutan Mesir  sebagai “rumah perbudakan” memberi petunjuk ke arah ‘pindah negeri’ yang juga dapat diartikan ‘pindah suasana’. Allah tidak hanya memindahkan umat-Nya dari satu negeri ke negeri yang lain, tetapi Allah juga memindahkan umat-Nya dari keadaan perbudakan menuju kemerdekaan.[12]

4.2  Tafsiran atas Keluaran 12:1-28
Ayat 1-14
Ayat pertama dalam teks Keluaran 12 ini merupakan kata pendahuluan yang menuntut kepada suatu permulaan yang baru dan membuka jalan baru bagi umat Israel yang berada di tanah perbudakan Mesir.  Bangsa Israel diberi suatu permulaan, waktu, dan kesempatan yang tertentu sehingga hal ini merupakan awal kehidupan yang baru bagi Israel untuk memulai sejarah kehidupan umat Israel. Mereka telah bebas dari tanah perbudakan Mesir dan menjadi bangsa sesuai dengan panggilan Tuhan Allah. Dengan demikian bangsa Israel akan menjalani kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan yang mereka rasakan dan alami sewaktu berada di tanah Mesir.
Untuk pertama kalinya dalam Alkitab Ibrani di sini kata “perkumpulan” dalam arti jemaah (ay. 3,6). TUHAN sendiri yang menyebut orang-orang Israel sebagai suatu perkumpulan yang kudus, suatu jemaat. Sebelum diikatNya perjanjian dengan mereka, sebelum mereka mendapat undang-undang, TUHAN telah menganggap mereka sebagai jemaat. Inilah gereja yang pertama dalam Alkitab. Dalam ayat inilah untuk pertama kalinya TUHAN menuntut sesuatu dari umatNya (ay. 3). Harus diambil seekor domba jantan yang tidak bercela, berumur setahun.[13] Dan hal ini harus terjadi pada tanggal sepuluh bulan yang pertama. Domba itu harus dikurung sampai hari yang keempatbelas, sampai akhirnya disembelih pada waktu senja.[14] Domba itu harus dibakar, tidak bisa direbus, dan hal ini harus terjadi sedemikian rupa hingga domba itu masih lengkap, belum dipotong-potong. Tidak boleh dimakan mentah, dan tidak boleh sisa, segala yang sisa harus dibakar sampai habis.
Hal yang sangat penting adalah bahwa perjamuan itu diadakan di dalam lingkungan keluarga: seekor domba untuk tiap-tiap rumah tangga. Tetapi jika rumah tangganya kecil, bisa bergabung dengan rumahtangga yang lain (tetangga). Dengan demikian, perjamuan ini memperkokoh rumahtangga dan rukun tetangga. Darah anak domba harus mengalir dan harus ditadah dalam sebuah pasu.  Jika satu keluarga tidak memiliki domba, seekor kambing dianggap sah sebagai penggantinya. Domba dan kambing adalah jenis hewan yang memiliki banyak kesamaan dan merupakan hewan ternak yang dipelihara oleh bangsa Israel.
Sedikit dari darah domba atau kambing yang disembelih dibubuhkan pada tiang pintu rumah. Hal ini diperbuat sesuai dengan firman Tuhan bahwa Dia akan turun untuk menghukum bangsa Mesir (membunuh anak sulung). Darah yang dibubuhkan di atas pintu adalah tanda, sehingga ketika Allah turun dan melihat darah itu, maka umat yang bernaung di dalamnya akan memperoleh keamanan dan keselamatan. Setelah domba disembelih dan darahnya dibubuhkan, maka dagingnya dimakan pada malam hari setelah daging itu dipanggang di atas api, bukan direbus.      
Sebagai puncak dari seluruh rangkaian persiapan dan petunjuk yang diberitahukan Allah adalah pelaksanaan untuk memakan daging. Setiap orang yang memakan haruslah dengan pinggul terikat, kaki berkasut, sebuah tongkat di tangan dan memakan daging tersebut dengan tergesa-gesa. Keadaan demikian menggambarkan ciri khas dari seorang gembala yang sedang menggembalakan dombanya di padang rumput. Hal tersebut adalah gambaran kesiagaan bangsa Israel untuk keluar dari Mesir menuju suatu negeri yang hendak akan dimasuki oleh mereka. Oleh karena itu bangsa Israel harus memiliki/menyediakan segala perlengkapan dalam menghadapi situasi bahaya yang mungkin muncul.

Ayat 15-20
Roti yang tidak beragi merupakan makanan yang biasa dimakan oleh para gembala, dan sayur pahit adalah tanaman gurun yang dipakai oleh para gembala sebagai bumbu.  Roti yang tidak beragi dan sayur pahit merupakan tanda bahwa penderitaan yang dialami oleh bangsa Israel akan segera berakhir. Dalam ayat 16 disebutkan pertemuan kudus. Besar kemungkinan pada pertemuan-pertemuan ini nafiri ditiup (bnd. Bil. 10:10) dan korban-korban dipersembahkan (bnd. Yes. 1:13). Pastilah peristiwa ini terjadi pada tanggal 15 Abib.

Ayat 21-28
Perikop ini tidak seragam. Ayat 21-23 dari sumber Y melanjutkan riwayat dalam 11:4-8. Sesudah Musa meninggalkan Firaun dengan marah yang bernyala-nyala, dia memanggil semua tua-tua Israel dan memerintahkan supaya mereka menyembelih anak domba atau kambing, dan mengoleskan darahnya pada ambang atas dan tiang-tiang pintu. Jika mereka berbuat demikian, maka mereka tidak akan menderita tulah yang akan menimpa orang Mesir.[15]
Dalam merayakan Paskah, seorang pun tidak boleh keluar dari rumah sampai pagi (ay. 22).  Ayat 24-27 berisi tentang pendidikan anak-anak Israel tentang pesta keagamaan mereka. Sama seperti 10:1b-2, rupa-rupanya bagian ini ditambahkan seorang redaktur kepada riwayat Y. Alasan mengapa penambahan itu dibuat cukup jelas, yaitu setiap generasi baru harus mengingat tindakan-tindakan Tuhan untuk keselamatan umat-Nya, dan tindakan terpenting adalah yang dirayakan pada waktu Paskah, yakni peristiwa keluaran.[16]

4.3  Pemahaman Teks I Korintus
Ada kemungkinan bahwa surat 1 Korintus ditulis untuk membahas surat dari jemaat Korintus itu sendiri. Selain itu, Paulus juga telah mendapat laporan tentang keadaan jemaat di Korintus dari Apolos dan beberapa orang lain, khususnya dari keluarga Kloe. Paulus menuliskan surat ini untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam jemaat Korintus, dan untuk menjawab semua pertanyaan guru-guru palsu yang mengacaukan jemaat itu dan yang menentang hak kerasulan Paulus. Surat 1 Korintus merupakan korespondensi panjang Paulus dengan jemaat Korintus. Secara keseluruhan, sekurang-kurangnya ada empat buah surat yang pernah dikirim Paulus kepada jemaat Korintus, dan 1 Korintus sebenarnya adalah suratnya yang kedua.
Ada delapan kesalahan yang terdapat di dalam jemaat Korintus yang diperbaiki Paulus dalam suratnya, yakni:
·         Terjadi perpecahan dalam jemaat;
·         Jemaat tidak menjalankan ketertiban;
·         Suka mencari perkara dan mengadu di hadapan pengadilan kafir;
·         Menghalalkan segala sesuatu;
·         Masalah pernikahan dan perceraian;
·         Penyembahan berhala;
·         Pelaksanaan Perjamuan Tuhan yang tidak benar;
·         Menolak kebangkitan tubuh Tuhan Yesus.
Surat I Korintus merupakan contoh yang indah tentang hikmat penggembalaan dalam menerapkan firman Allah ke dalam berbagai pertanyaan dan masalah. Paulus merasa marah dan sedih melihat perkembangan terakhir di Korintus. Tetapi ia berbicara dengan ketegasan yang penuh kasih sayang seorang ayah pada anaknya yang hilang. Karena dua kali ia mengacu pada kebenaran-kebenaran Paskah (5:6-8 dan ps. 15), ada yang berpendapat bahwa Paulus mengharapkan suratnya tiba di Korintus pada waktunya untuk perayaan Paskah.[17]

4.4  Tafsiran I Korintus 5:7
Paulus menginginkan jemaat untuk membuang ragi yang lama, sebab mereka sudah menjadi adonan yang tidak tercampur dengan ragi lagi. Ragi yang dimaksudan adalah sifat manusia lama, yakni niat jahat, kesombongan dan iri hati.[18] Artinya, setiap orang Kristen harus menjadi manusia baru, yakni orang yang sudah dikuduskan. Kristus sudah disembelih sebagai Anak Domba Paskah, sehingga manusia patut membuang semua ragi yang lama.
Paulus tidak mengacu semata-mata kepada pembuatan roti yang biasa di dalam rumah tangga. Jelas ada sejumlah besar mualaf Yahudi di Korintus, dan mereka tahu bahwa pesta Paskah tahunan adalah pesta roti tidak beragi. Pesta itu dapat dirayakan hanya setelah setiap bagian dari roti yang beragi, bahkan potongan yang paling kecil sekalipun, telah dibuang dari rumah (Kel. 12:19; 13:7; Ul. 16:3). Seperti seorang ibu yang membersihkan seluruh lemari sebelum Paskah, orang-orang Korintus diminta membuang ragi yang lama berupa dosa itu agar mereka dapat menjadi adonan yang baru. Dalam Yudaisme, ragi dapat dilambangkan sebagai dosa. Jadi, Yesus memperingatkan murid-muridNya terhadap  ragi (Mat. 16:6, 11, 12). Paulus membandingkan legalisme yang telah menyusup ke dalam jemaat-jemaat Galatia dengan ragi yang mengancam untuk meracuni mereka dan menghancurkan Injil yang murni (Gal. 5:9). Di sini ragi yang lama itu sejajar dengan pribadi yang lama yang telah ditinggalkan oleh orang percaya pada waktu baptisan, dan yang terus-menerus dilepaskannya seperti sepotong pakaian (lih. Rm. 6:6; Ef. 4:22; Kol. 3:9).
Kesucian bukanlah satu-satunya tujuan dari pembersihan diri dari dosa; pemberian kekudusan di dalam Kristus adalah titik tolaknya. Paulus dengan jelas menyebutkan praduga Injil: Kristus…yang adalah anak domba Paskah kita juga telah disembelih. Melalui kematian domba Paskah, orang-orang Isral di Mesir telah diselamatkan dari malaikat maut (Kel. 12). Kristus adalah Domba Allah yang sempurna yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29, 36).[19] Orang-orang percaya tahu bahwa mereka telah ditebus dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah Anak Domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Ptr. 1:19); melalui pengorbananNya, mereka menjadi orang-orang kudus dan tergolong kepada zaman yang baru. Namun demikian, mereka masih ada di zaman lama dan harus berjuang melawan dosa. Tetapi kemenangan diperoleh bukan melalui usaha atau keberhasilan manusia, bukan melalui ketaatan pada Taurat, tetapi dengan mengklaim kemenangan di dalam iman.[20]

V.                Teologi Paskah
5.1  Tradisi Kaum Nomad
Ada persetujuan di antara para ahli bahwa paskah merupakan upacara yang sangat kuno, dan bahwa pada awalnya paskah merupakan sebuah upacara kaum nomad atau kaum semi-nomad. Ada juga pendapat bahwa mula-mula paskah terpisah dari perayaan Roti Tak Beragi, walaupun di kemudian hari kedua perayaan itu disatukan.[21] Dalam upacara Paskah itu tiap keluarga atau kelompok keluarga menyembelih seekor domba atau kambing jantan yang berumur setahun. Mereka memanggangnya lengkap dengan kepalanya dan dengan isi perutnya, kemudian mereka memakan daging itu dengan pinggang mereka berikat. Terlebih dahulu darah korban itu sudah dibubuhkan kepada kedua tiang dan ambang pintu; dan sehabis perjamuan, sisa daging yang tidak habis, dibakar ke dalam api sampai habis. Tiang pintu dan ambang pintu itu menunjukkan bahwa Israel sudah mendiami rumah, bukan kemah, pada waktu tradisi Keluaran disusun. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa perayaan Paskah tidak termasuk perayaan kuno, melainkan malah membuktikan bahwa upacara Paskah tetap berlangsung dari jaman ke jaman walaupun kebiasaan berkemah sudah lama ditinggalkan.

5.2  Unsur Matsoth (Perayaan Roti Tidak Beragi)
Di tanah Kanaan, perayaan Paskah kemudian dikaitkan dengan fase pertama perayaan musim gugur, yaitu perayaan Matsoth, yang jatuh pada waktu yang sama dengan perayaan Paskah.[22] Dalam perkembangan sejarah, kedua masa raya tersebut dirayakan sebagai satu kesatuan, namun tradisi tetap menyadari bahwa Paskah dan Matsosth mempunyai akar yang berbeda. Tradisi memakan roti tidak beragi awalnya berasal dari masyarakat petani di Kanaan, sedangkan tradisi penyembelihan domba tentulah berasal dari pengembara; kedua upacara ini disatukan di dalam satu masa raya, karena kebetulan waktunya di musim semi. Pada awalnya, kedua tradisi ini dilakukan dalam rangka menjamin kesuburan manusia, ternak dan tanah serta mengusir roh jahat yang datang mengganggu.

5.3  Unsur Keluaran
Makna asli perayaan Paskah tidak tercantum di dalam PL, tetapi sudah diberi makna yang baru. Mulai dari jaman Keluaran dan seterusnya, makna Paskah dikaitkan dengan peringatan akan kelepasan dari Mesir; jadi merupakan suatu peringatan bagi Isreael tentang karya Alah yang menyelamatkan mereka. Itu berarti bahwa perayaan paskah merupakan suatu panggilan kepada Israel untuk membaharui rasa terimakasih mereka kepada Allah, membaharui pula kesetiaan yang berakar dalam rasa terimakasih atas penyelamatan mereka. Dapat diduga bahwa dalam perayaan tersebut kelompok-kelompok Yahwistis dalam rangka perayaan tersebut biasa menceritakan ulang kejadian-kejadian yang berkenaan dengan Keluaran, dan bahwa ceritera perayaan tersebut berkembang menjadi masa raya Paskah di Israel. Selanjutnya, cerita Paskah itulah yang merupakan inti asli koleksi cerita-cerita tentang Keluaran.[23]
Penyembelihan seekor anak domba yang tadinya merupakan upacara kaum gembala pada malam bulan purnama yang pertama di musim semi (untuk melindungi kawanan dombanya terhadap kuasa-kuasa yang jahat), sekarang didasarkan atas peristiwa-peristiwa pada malam Keluaran. Bukan roh jahat yang dihindari, melainkan ancaman TUHAN sendiri (yang akan memusnahkan setiap anak sulung), sebab baik Mesir maupun Israel sama-sama terancam pada saat itu. Tradisi memakan roti tak beragi tadinya juga memiliki arti yang berbeda. Masyarakat petani melaksanakan tradisi itu dengan tujuan untuk mempersembahkan buah-buah sulung dari panen mereka. Kemudian tradisi ini ikut pula diwarnai oleh Keluaran.
Ada tiga hal penting dalam peristiwa Keluaran untuk memaknai Paskah dan teologinya, yakni:[24]
1.      TUHAN sendiri yang membebaskan umatNya. Umat Israel diturutsertakan di dalam perbuatanNya, digerakkan sehingga dengan sukarela menurut perintahNya, yakni menaruh percaya kepadaNya, bersiap-siap untuk berangkat dan mempersembahkan seekor anak domba.
2.      TUHAN membebaskan umatNya dari perbudakan di Mesir. Perbuatan Allah di Mesir menunjukkan bahwa Dia adalah Penebus dari segala perbudakan, Pemenang atas kuasa manapun.
3.      TUHAN dengan sungguh-sungguh membebaskan umatNya. Ia memberi kemerdekaan yang sugguh-sungguh, koknrit dan riil.[25] Artinya, TUHAN tidak hanya memberikan pengharapan semata, tetapi bangsa Israel benar-benar merasakan kemerdekaan yang nyata pada tanggal 14 Nisan di tahun Keluaran itu.

5.4  Kristus Sang Anak domba Paskah
Dalam tradisi Israel, jika mereka mengurbankan seekor anak domba paskah, itu dilakukan untuk mengingat peristiwa pembebasan yang dilakukan Allah kepada mereka.[26] Darah domba pada masa itu menjadi tanda perlindungan dan keselamatan dari Allah bagi bangsa Israel. Keselamatan umat Israel ditebus dengan darah domba yang disembelih yang kemudian dioles di atas pintu rumah sehingga pada saat TUHAN berlalu pada malamnya, maka umat Israel yang telah mempunyai tanda darah teroles di atas pintu akan selamat dan ikut berangkat meninggalkan negeri Mesir menuju negeri yang telah dijanjikan TUHAN kepada nenek moyang bangsa Israel: Abraham, Ishak, Yakub yaitu tanah Perjanjian atau Kanaan.
Perayaan Paskah tersebut berkelanjutan sampai pada masa Yesus historis (sebelum mati dan bangkit). Dia juga melakukan perayaan Paskah sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi lainnya yang mana domba Paskah disembelih kemudian dagingnya dimakan (lih. Matius 26:17-29). Perayaan Paskah dalam Perjanjian Baru adalah tradisi umat Israel dalam Perjanjian Lama yang tetap dilestarikan namun telah diperbaharui. Darah domba yang disembelih sebagai kurban Paskah diganti dengan darah Kristus yang tercurah di kayu salib untuk menebus dosa manusia, sedangkan anak domba adalah lambang Kristus, anak domba Allah yang mengangkut dosa dunia.
Apabila seorang Yahudi mempersembahkan anak domba Paskah serta merayakan Paskah, ia harus memeriksa seisi rumahnya dan membuang segala ragi dari dalamnya. Paulus juga menekankan bahwa jemaat harus membuang segala ragi dosa, sebab Kristus telah menjadi anak domba Paskah bagi orang percaya, sama seperti anak domba yang disembelih orang Israel ketika merayakan Paskah.[27] Darah anak domba yang dipercikkan pada tiang pintu rumah orang-orang Israel melepaskan mereka dari malaikat yang melewati pintu-pintu mereka. Demikian jugalah darah Kristus yang dipercikkan pada hati orang percaya, memberikan keselamatan dari dosa.[28] Anak Domba merupakan lambang Kristus yang lemah lembut dan rendah hati. Sebagai binatang pilihan yang digunakan untuk korban persembahan, anak domba menandakan Kristus sebagai oknum yang rela menyerahkan diriNya menjadi tebusan atas dosa manusia. Domba yang dikorbankan itu haruslah yang terbaik, tanpa cacat cela, dan ini sekaligus menandakan kekudusan Kristus.[29]
VI.             Kesimpulan
1.      Pada awalnya, Paskah dan Hari Raya Roti Tak beragi tidak berhubungan sama sekali dengan peristiwa Keluaran. Namun, setelah peristiwa pembebasan yang dilakukan oleh TUHAN atas bangsa itu, Paskah diberi makna baru.
2.      Paskah menjadi pesta peringatan bangsa Israel atas karya pembebasan yang diselenggarakan oleh TUHAN dalam peristiwa Keluaran.
3.      Penyembelihan anak domba Paskah yang dilakukan oleh orang Israel bukanlah cara untuk menyuap TUHAN agar membebaskan mereka dari Mesir, justru merupakan respon atas perintah TUHAN yang akan menyelamakan mereka pada waktu itu.
4.      Paskah selalu diperingati secara turun-temurun, dan mengalami perkembangan makna seiring dengan perkembangan di lingkungan agama Israel. Bahkan sampai pada jaman PB (Yesus historis juga melakukannya), Paskah selalu dirayakan sebagai perayaan tahunan oleh bangsa Yahudi.
5.      Sejak jaman Paulus, Anak Domba Paskah mengalami perubahan isi dan bentuk, walaupun maknanya tidak jauh berbeda. Kristus dipahami sebagai Anak Domba Paskah yang sejati, telah menjadi korban sembelihan, darahnya dipercikkan ke dalam hati setiap manusia, sehingga beroleh keselamatan dan pembebasan dari dosa.
6.      Paskah yang diceriterakan dalam Alkitab selalu berhubungan dengan karya pembebasan yang diselenggarakan oleh TUHAN. Oleh karena itu, setiap orang yang merayakan Paskah adalah orang-orang yang telah dibebaskan dari segala bentuk perhambaan dan perbudakan.
                                                        Oleh: Ricky Pramono Hasibuan (06. 2225)
[1] I. H. Marshall, (ed), New Bible Dictionary Third Edition, Illionis: Intervarsity Press, 2000, 873.
[2] M. S. Miller, (ed), Harper’s Bible Dictionary, New York: Harper & Row Publisher, 1973, 527.
[3] William D. Mounce, The Analitical Lexicon to the Greek New Testament, Michigan: Zondervan Publishing House,  1993, 361.
[4] Martin Noth, Exodus A Commentary, diterjemahkan J. S Bowden, (Gottingen: Vandenhoeck  & Ruprecht, 1959), 90
[5] F. L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah 1, terj: K. Siagian, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2007), 280
[6] S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 1990, 108.
[7] W. S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004, 190
[8] Ibid.
[9] R. K. Harrisson, Introduction To The Old Testament, Michigan: William B. Erdames Publishing Company, 969, 566
[10] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, terj. Liem Khiem Yang dan Bambang Subandrijo, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2007, 187
[11] D. C. Mulder, Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1970, 50.
[12] Ch. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004, 134.
[13]H.  Rosin, Tafsiran Alkitab Kitab Keluaran 1-15:21, Jakarta: BPK-GM, 2003, 161.
[14] Soedarmo (terj.), Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2007, 161
[15] Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab Kitab Keluaran, Jakarta: BPK-GM, 2006, 163.
[16] John J. Durham, World Bible Commentary Volume 3, Exodus, Texas: Word Books Publisher, 1987, 163.
[17] VC. Pfitzner, Ulasan atas 1 Korintus, Kesatuan dalam Kepelbagaian, Jakarta: BPK-GM, 2006, 10.
[18] J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, ----, 116.
[19] John Calvin, Commentary on the Epistle of Paul to the Corinthians, Michigan: WMB. Eermans Company, 1948, 187.
[20] Pfitzner, Op. Cit., 85.
[21] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuna, Jakarta: BPK-GM, 1981, 36.
[22] Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta:BPK-GM, 2003, 154.
[23] Alan Richarson, A Theological Word Book of the Bible, New York: MacMillan Publishing Co., Inc., 1977, 163.
[24] Barth, Op. Cit., 147.
[25] Bnd. John Drane, Memahami Perjanjian Lama 1, Dari Bapa Leluhur Sampai Kerajaan Bersatu, Jakarta: Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, 2002, 34.
[26] John Hargreaves, A Guide to 1 Corinthians, London: SPCK, 1978, 61.
[27] Frank Thielman, Theology of the New Testament, Michigan: Zodervan, 2005, 292.
[28] F.L. Bakker, Sedjarah Kerajaan Allah I Perjanjian Lama , Jakarta: BPK, 1972, 199.
[29] W. Stuart Owen, Bahasa lambang Alkitab, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar